Wanita yang Menjadi Perempuan
Oleh:
Muhyi Atsarissalaf Bin Syamsuir
Dahulu pada zaman yang
masih terekam dalam fikiran, masalah spesifik waktu tidak akan merevisi semua
ini. Karena ini bukan tetang hapalan-hapalan tanggal, bulan dan tahun. Tidak
perlu juga menyebutkan nama kerena semua tokoh itu tidak punya nama, bukan
karena mereka tidak punya nama melainkan karena ada kecemasan beberapa simbol
akan bisa dipecahkan maka selesailah sebuah teka-teki.
Hanya menggunakan kata
ganti orang ketiga tunggal, cerita ini akan dimulai. Tanpa ada latar tempat
yang jelas, cerita ini tentang dia seorang wanita yang menjadi perempuan.
Bukanlah sebuah permasalahan jika cerita ini dimulai dari akhir atau dari
tengah atau bahkan tidak pernah dimulai sama sekali.
Tentang wanita yang
menjadi perempuan, sebuah judul yang sedikit dipaksakan. Namun tidak sesadis sebuah
pemaksaan seorang perempuan yang dipaksa oleh lelaki agar menjadi wanita.
Sebuah pertanyaan yang sangat filosofis dari seorang filsuf yang pernah
mengambil konsentrasi perbandingan. “Apakah wanita dan perempuan itu berbeda?”.
Tentu kita ingin menjawab dengan apa yang pernah kita pelajari. Bagi kita yang pernah
belajar bahasa Indonesia pada kulit sampulnya hal itu bisa kita sebut sebagai
sebuah sinonim atau persamaan kata saja yang tidak akan pernah merubah pada
tatanan makna.
Namun bagi mereka
pencari maksud tidak akan pernah puas dengan hal demikian, “setiap sesuatu yang
sama pasti memiliki perbedaan, pun setiap sesuatu yang berbeda memiliki
persamaan”. Itulah sebagai landasan mereka untuk mengatakan perbedaan dalam
ranah yang pada umumnya sama atau sebaliknya mereka menjadikan sebuah persamaan
untuk memukul lebih dari satu perbedaan.
Pada tatanan makna kata
saja kadang mereka kerap bertengkar dengan perdebatan yang sangat sulit dilihat
pangkal dan ujungnya. Karena biasanya mereka berdebat tanpa rencana untuk
berdebat, tanpa ada tema yang diperdebatkan. Melainkan hanya mempermasalahkan
apa yang baru saja terbesit dalam fikiran mereka lalu mereka coba untuk mengumumkan
fikiran itu kepada khalayak yang melingkar ditempat mereka biasa melingkar.
Perdebatanpun dimulai,
salah satu atau beberapa dari mereka biasanya kerap berupaya menjadi wanita
dengan wajah, hati dan kepala laki-laki, mereka membahas banyak hal, yang konsen
dan hanya melingkar pada argument-argument gender. Sebuah istilah yang mereka
masih perdebatkan sampai sekarang. Untuk mengatakan lucu itu raut dan nada
mereka tidak ada tekanan intonasi untuk membuat sebuah candaan, namun untuk
mengatkan hal itu serius tidak juga, masih dalam ranah sulit untuk diterima
kemungkinan.
Lucunya mereka mengkaji
wanita dengan cara pandang laki-laki dan seolah ingin memaksakan wanita agar
menjadi laki-laki, bukan karena tidak ada wanita didalam lingkaran itu. tapi
dalih-dalih memberikan ruang gerak wanita malahan jadinya membuat wanita itu
majadi lebih banyak diam. Barangkali karena merasa otoritas mereka telah
dikuasai (Jika ditijau dari pemikiran laki-laki) atau memang karena masih
mempertahankan “kewanitaanya” hingga membuat ia harus banyak diam, dan
medengarkan kecuali hanya sesekali menenangkan keadaan yang mulai memanas.
Tetang wanita yang
menjadi perempuan, masih sangat sulit untuk ditemukan pembahasan yang
berimbang. Wanita dilihat dari karena ia wanita dan wanita dilihat dari karena
ia perempuan. Jika ruang gerak ini masih dibatasi untuk wanita maka perempuan
itu tidak akan pernah ada, jika ruang gerak ini bebas sehingga lebihnya banyak
laki-laki yang membahas tentang wanita bisa jadi wanita yang menjadi perempuan
itu tidak akan pernah terwujud. Kita tentu sangat menginginkan perempuan yang
membahas tentang wanita yang menjadi perempuan.
Pernahkah kita
mendenagar suara gadis desa dalam pembahasan seperti ini?. Pernahkah kita
mendengar suara ibu-ibu hamil yang juga harus pergi ke ladang?. Pernahkah kita
mendengar suara dari ibu yang mengendong bayinya sambil menarik tali-tali
orang-orangan sawah?. Lalu siapakah kiranya yang kita inginkah untuk sekolah?
Lalu siapakah yang kiranya kita inginkan untuk setara?.
Yogyakarta, 16 November
2016
Komentar
Posting Komentar