Hari ke-4: Apa Kabar?




Setelah melihat thermometer pengukur suhu yang biasa dijepit diketiak itu, aku sedikit mencemaskan dirimu. Kamu apa kabar? Soalnya, semalam aku memimpikanmu sedang menari, serupa balerina dengan diiringi musik paling rumit. Aku bisa melukiskan wajah dan senyummu yang getir.

Apa yang sedang kamu sampaikan?

Kamu terus saja menari dengan gerakan rumit yang sempurna. Sambil berputar-putar melawan arah jarum jam, tangan terentang, serupa darwis. Lalu kamu meraih tanganku, mengajakku turut dalam tarian itu. Kita serupa sedang berdansa di atas lantai dengan musik yang tipis dan pelan. Aku bisa melihat bola matamu yang menyimpan dua ikan koi.

Musik perlahan-lahan menebal, menuju lengkingnya yang paling merasuk. Aku dituntun gerakmu menuju sebuah ruangan serupa kamar dengan satu jendala, dan cahaya matahari pagi perlahan masuk, merasuk, menusuk. Aku bisa melihat debu-debu yang terbang, seperti yang biasa kulihat pada lampu sorot dalam sebuah teater tua.

Matamu terbuka, wajah kita hanya berjarak sejengkal, aku bisa melihat matamu yang sempurna menatap lekat mataku.

Di kamar itu, tarian yang kukira berasal dari perunungan lama dan pengamatan-pengamatan balerina purba semakin menuju puncak, hampir pada decak sempurna. Sebuah pola gerakan yang tidak pandai aku menjelaskannya.

Perlahan gengaman kita semakin erat. Wajah kita setengah jengkal. Tatapan yang lekat dan hitam yang pekat. Musik semakin kencang, kamu menuntunku menari di karang, jurang, kencang. Musik berakhir dan kita dalam keheningan. Tidak ada suara apa-apa, aku bisa mendengar suara hentakan terakhir yang ganjil menutup semua persembahan.

Aku semakin bingung, mengapa kita sama-sama sesak terisak. Seperti sedang melepaskan haru dan menuntaskan tugas; menampilkan peragaan paling akhir, penutup sebuah proses pencarian dan perenungan yang lelah.

Lalu kamu pergi dan aku masih di ruangan itu dengan bekas ingatan akan mimpi semalam. Juga debu dan matahari semakin meninggi.Seperti sebuah tarian terakhir. Semoga saja tidak. Maka aku beranikan lagi bertanya; kamu apa kabar?


 Yi Lawe

Lawe Sawah, 29 Maret 2020.

Komentar